WHAT'S NEW?
Loading...

Ide Bisnis untuk Indonesia Lebih Baik ( Pertanian bagian satu)

Kenapa gue memikirkan pertanian karena ini merupakan keprihatinan gue terhadap sistem pertanian di indonesia. Kenapa gue prihatin? karena anak-anak muda sekarang udah gak tertarik menangani masalah pertanian. Anak-anak petani lebih memilih profesi yang lain, untuk pemuda yang tidak melanjutkan ke jenjang strata satu biasanya mereka lebih memilih kejuruan yang berhubungan dengan otomotif kemudian menjadi buruh di kota besar. Sedangkan fakultas pertanian di jadikan sebagai pilihan terakhir dalam menentukan jurusan di universitas. Banyak banget temen-temen gue yang masuk pertanian beropini, “yang penting kuliah di universitas negri lah”, atau “yang penting kuliah biar lulus gampang” atau “ya kalau lulus biar bisa jadi pns lah”. Terkesan menyedihkan memang, pertanian dianggap hal yang remeh temeh, bahkan salah satu koran nasional pernah memuat artikel tentang mayoritas lulusan Institut Pertanian Bog*or bekerja di Bank.  Terus gw mikir kalau yang “ahli” aja meninggalkan pertanian terus siapa lagi yang mau ngurusin?? padahal pertanian merupakan sektor penting dalam perekonomian nasional.


Kalau mau nyalah-nyalahin kita bisa aja nyalahin pemerintah, kenapa? karena kurangnya perhatian dan manajemen yang baik. Memang benar pernyataan Menteri Pertanian suatu waktu di televi, “petani bisa kaya raya kok kalau mereka memiliki lahan yang puluhan hektar”, permasalahannya dari mana petani bisa punya lahan yang luas? apalagi jaman sekarang?? Lalu siapa yang menggarap kalau dia punya lahan yang luas? sendirian?. Kalau menelisik ke belakang memang rata-rata petani punya lahan tanam yang lumayan luas. Untuk itu istilah Banyak Anak Banyak Rejeki sangat umum pada petani jaman dahulu. karena banyak anak berarti banyak orang yang mengurusi Lahan, apalagi populasi indonesia yang dahulu tidak terlalu padat. Untuk itulah kita sempat bangga sebagai pengekspor beras, lada, tembakau, cengkeh, dll. Tapi kondisi sekarang telah berbeda, Tagline Banyak Anak Banyak Rejeki telah  menghancurkan juga kesejahteraan petani. Gini penjelasanya: pasangan petani punya 1 hektar tanah, kemudaian dia punya 10 anak sehingga setelah meninggal dia memecahnya rata kepada masing-masing ahli waris. (10.000m2 : 10 = 1000 m2), ahli waris tersebut kemudian membaginya lagi kepada anaknya yang berjumlah 5 (1000 m2 : 5 = 200 m2). Jadi pada generasi ke tiga keluarga petani tersebut hanya mendapatkan luas lahan sebanyak 200m2).  dan itu belum  termasuk penjualan lahan untuk pembalian tempat tinggal.

Selain masalah luas lahan, permasalahan lain terdapat pada sistem ekenomi yang dilakukan oleh petani. Sistem ini sering gw samakan dengan sistem gambling (peruntungan). Ya kalau kita membuka suatu usaha memang berdasarkan peruntungan, untung ada yang beli, untung kalau gak rugi. Tapi sistem ini sedikit berbeda di petani, kalau kita buka toko kita bisa estimasi berapa jumlah pembeli, berapa keuntungan yang di dapat. Tapi kalau di pertanian kita akan selalu bergantung dengan momok bernama harga pasar. Jadi gini contoh gampangannya : kita mulai menanam cabai dengan modal Rp. 1.000.000, kemudian panen 3bulan kemudian dengan biaya produksi Rp.500.000. perkiraan kita dengan produksi 1kwintal harga sekarang 35ribu/kg maka akan mendapatkan Rp3.500.000. maka akan untung yang didapat 2juta rupiah/3bulan= Rp.660.000. Tapi apa petani memang mengincar itu? tidak, petani juga punya angan-angan kalau saat dia panen harganya bisa 70ribu/kg maka dia bisa untung 1,8juta/bulan. tapi masalahnya bagaimana kalau saat itu supply barang dipasar akan cabai banyak, dan harganya hanya menjadi 25ribu/kg. atau bagaimana ternyata musim ini adalah musim hama dan tikus sehingga hanya 20% yang bisa terpanen?. Yap itu semua adalah kenyataan di lapangan pertanian. walapun harga yang gue pake buat contoh tadi cuma estimasi yang gue tau.
Dari faktor-faktor itulah gue harus memberikan solusi, karena mengeluh tanpa solusi adalah kejahatan. Solusi yang baik adalah solusi yang menyelesaikan masalah. Masalahnya kita kelompokin jadi dua :
1.       Luas lahan petani yang terbatas
2.       Jumlah produksi dan Harga jual yang tidak pasti
Menambah luas lahan petani dirasa tidak efektif untuk dilakukan, karena lahan hubungannya erat dengan tempat tinggal, pembukaan lahan baru merupakan solusi dengan cara yang rumit dan pertimbangan biaya yang mahal. Hal ini akan menimbulkan masalah baru  kedepannya kecuali problem ini diselesaikan oleh badan yang memiliki kuasa besar seperti kementrian pertanian. Pembabatan lahan hutan / gambut seperti pada perkebunan sawit dirasa hanya menguntungkan pihak pemodal besar dengan banyak kerugian terhadap ekosistem dan biotanya termasuk masyarakat.
Untuk itu penyelesaiannya hanya dengan memaksimalkan lahan yang ada, jumlah produksi dan pengendalian harga jual. ada beberapa ide yang bisa digunakan, hal itu akan dijelaskan di post selanjutnya.  

0 komentar:

Posting Komentar