WHAT'S NEW?
Loading...

Masa Remaja (Tahun Kedua)

Remaja tahun kedua adalah termasuk kejadian paling aneh dan dramatis dalam hidup gue. Karena disini gue mulai meninggalkan kehidupan yang lama dan memulai kehidupan baru di sekolahan yang baru. Kalau tahun pertama gue ada di jawa barat, maka tahun kedua gue ada di jawa tengah (mungkin berikutnya gue ke timur, jadi kalau kera sakti dari timur ke barat mencari kitab suci, gue dari barat ke timur mencari kaos kaki *apasih). Kendala utama di sekolah baru adalah bahasa. Kebetulan sekolah baru gue menjunjung tinggi bahasa daerah, jadi semua siswanya berkomunikasi pake bahasa jawa. Waktu gue di kota mangga bahasa daerah emang jarang dipake, jadi kalau dipake pun ya bahasa sunda atau bahasa “jawa pantura” (berbeda jauh dari bahasa jawa yang “asli”). Walaupun gue gak ngerti apa yang temen-temen gue omongin, untungnya kalau guru ngajar gue masih paham karena masih pake bahasa indonesia (kalau sampe tu guru pake bahasa jawa juga, gue lebih milih sekolah di suriname sekalian!). Ya emang kadang-kadang suka ada selingan jokes ala srimulat yang bikin tu murid-murid alien pada ketawa, kalau peristiwa itu terjadi biasanya satu kelas langsung ngelirik gue dengan ketawa sinis . Gue rasa mungkin dalem hatinya mereka bilang “ni orang pasti gak paham”, dan hal itu biasanya dipertegas dengan pertanyaan langsung guru srimulat kepada gue, “ngerti gak mas?” dan dengan sigap gue langsung jawab dengan senyuman ala domba afrika. Pernah karena gue gak mau terus-terusan di bully maka gue bilang “Ngerti kok”, celakanya itu tidak menyelesaikan masalah dan malah menambah masalah baru. Gue tiba-tiba disuruh jelasin apa arti banyolan tadi, untungnya kadang temen gue bantuin dengan ilmu suara-suara ghaib mereka yang bersiulan. Masalahnya gue orangnya gak gampang percaya, karena sepanjang pengalaman gue tu siulan-siulan iblis lebih banyak menjerumuskannya daripada benernya. Kalau lu mau tau perasaan gue pas itu ibarat lagi ikutan kuis Deal or No Deal dengan sisa dua koper yang satu Isinya 10M yang satu lagi isi lima ratus perak.  


sok-sokan banget ni anak!

Karena bahasa ini terus jadi masalah, tentu aja gue harus cari jalan keluarnya, dan jalan keluarnya cuma satu yaitu belajar bahasa. Dua cara dalam mempelajari bahasa adalah menemukan guru yang bijaksana dan kamus ajaib. Kalau guru yang bijaksana gue gak akan ngandelin temen-temen gue, karena mereka lebih sering mengajarkan kata-kata tentang marga satwa daripada kata-kata sehari-hari. Gue pernah nanya bahasa jawanya terima kasih dan mereka kasih tau kalimat “kulo gudel” (aku anak kerbau). Karena mencari guru yang bijaksana sulit, maka gue putuskan untuk mencari kamus ajaib terlebih dahulu. Pas jaman itu gue uda muter-muter belum nemu ada yang bikin kamus bahasa jawa, yang ada adalah KAWRUH BAHASA JAWA (KBJ). Buku KBJ ini adalah buku yang berisi tentang pelajaran dasar bahasa jawa. Buat gue buku ini adalah buku sakti, karena buku sakti ini banyak menyelamatkan hidup gue dari dunia perbullyan. Walaupun ini buku bukan kamus yang gue harap, tapi gue cukup bahagia karena di buku ini ada nama-nama hewan dan anaknya dalam bahasa jawa (gue bully balik lu pada!). Nah alangkah baiknya kalau menceritakan tahun pertama ini dimulai dari awal gue masuk sekolah sebagai anak baru.


Hari pertama,
Hari pertama ajaran baru adalah hari senin dimana upacara bendera dilaksanakan. Kebetulan jarak rumah ke sekolah gak terlalu jauh, gue berangkat jalan kaki ke sekolah sekitar 6,37 menit. Sebagai murid baru gue harus nunjukin kesan awal yang baik, jadi saat hari itu tiba gue semangat banget bangun pagi langsung berangkat. Sepanjang perjalanan yang gue pikirin adalah bagaimana cara perkenalan gue sama temen-temen baru dengan konsep yang spektakuler. Tadinya gue rencanain mau masuk pake bom asap dengan jubah vampir ala pesulap Houdini, tapi nanti yang ada bukannya keren malah pada kabur dikira lagi foging nyamuk. Gue juga sempet mikir mau masuk sekolah pake terjun payung dari helikopter terus bawa spanduk yang tulisannya “kEn4lin AqyUh mUr1D B4rUyH cemaann-cemaann” trus mendarat di tengah lapangan sekolah dengan iringan musik drumband dan cheerleader, tapi masalahnya kalau gue mendarat gak mulus dan nyangkut di tiang bendera yang ada gue mati konyol kayak gantungan kunci angry birds.  Pas gue lagi jalan sambil masih mikirin cara yang tepat  gue mulai ngerasa ada yang aneh, ternyata gak ada seorangpun yang jalan ke sekolah selain gue! Gue ada firasat gak enak karena dari tadi sama sekali gak liat jam. Kalau seandainya telat bakalan gak lucu ini, masa anak baru dijemur di lapangan sekolah udah kayak ikan asin. Tapi kalau gue pikir-pikir perkenalan kayak gini epic juga sebenarnya, gue inget ada sinetron alay dimana ada scene siswi paling cantik disekolah ngelapin keringet sambil  kasih minum anak baru yang telat, yes its maybe works! Tapi masalahnya gimana kalau hukumannya bukan cuma dijemur? gimana kalau ternyata hukumannya berbentuk rajjam (diiket dilemparin batu) atau digelitikin sampe setep? Belum selesai mikir tiba-tiba gue udah didepan gerbang sekolah, firasat gue tambah buruk waktu liat tu gerbang sekolah cuma dibuka dikit. Pas gue masuk ternyata gue masuk disekolahan yang kena radiasi nuklir, sepppppiiiiiiiiii...... Gue langsung mikir kenapa ni sekolah sepi banget. Akhirnya gue menyimpulkan ada dua kemungkinan yang logis menjawab fenomena ini, yang pertama adalah gue gak tau sekolah lagi libur, atau gue emang satu-satunya murid yang belajar-mengajar di sekolah. Gue udah dikasih tau bokap kalau gue disuruh masuk kelas 2E, akhirnya gue mencoba memastikan hipotesa gue tadi dengan masuk ke kelas. Saat nyampe dikelas akhirnya kejawab sudah kegalauan gue tadi, jam di dinding masih jam 06.05 WIB!!! ternyata gue dateng kepagian “banget”!! mungkin gue mecahin dua rekor, yang pertama sebagai siswa terpagi yang datang kesekolah tersebut, dan yang kedua adalah siswa terbego dengan berangkat sekolah berlari pada pukul 06.00 WIB. Tapi di balik bencana selalu ada hikmah, akhirnya gue sempet-sempetin observasi sekolah dengan mengkaji wc yang strategis buat pipis, kantin dengan fengshui yang bagus, dan posisi lapangan yang pas buat mendaratin ufo.

Setelah mendekati jam masuk sekolah murid-murid yang lain mulai berdatangan. Maka dimulailah perkenalan sekedarnya, seperti yang gue bilang sebelumnya kalau bahasa adalah kendalanya. Waktu salah seorang nanya nama gue siapa dengan bahasa jawa, gue cuma bisa jawab “nggak ngerti” dan jadi bahan ketawaan anak sekelas. Tapi positifnya gue jadi cepet dikenal di sekolah, sebagian bilang gue dari jakarta (kenapa harus jakarta!!) sebagian lagi bilang gue dari belanda. Gue gak tau itu pujian apa hinaan, tapi kadang ada yang manggil gue “Londo” (arti: belanda pada jaman penjajahan). Mungkin gara-gara pas itu kulit gue putih, hidung mancung, dan perawakan besar dengan pantat bohai. Kegiatanpun berjalan dengan baik-baik saja, tapi mulai berubah ketika ulangan harian biologi datang melanda. Gue dapet nilai ulangan biologi tertinggi di kelas, dan akhirnya diikuti juga dengan nilai ulangan harian lainnya. Harusnya itu baik, tapi ternyata ini malah membawa malapetaka buat gue. Beberapa temen mulai sinis sama gue, mungkin saat itu gue mulai dianggap ancaman ibarat “real londo” yang mau nguasain ladang pribumi. Tadinya yang biasa gue  pinjem tipe-x jadi gak dipinjemin, yang biasanya gue diajak ke kantin jadi gak diajak. Bahkan kadang kalau ada anak kelas lain yang nanya soal ulangan, suka ada aja yang “nyeletuk” menyindir suruh nanya ke gue yang “pinter”. Gue gak habis pikir ternyata “persaingan” itu mungkin seperti ini. Ini adalah pelajaran berharga dimana sebelumnya gue berprinsip polos bahwa semua teman itu selalu berpelukan kayak teletubies apapun yang terjadi. Mengacu pada hukum sebab-akibat, ternyata memang ada sebab diantara ini semua. Gue selidikin ternyata di sekolah ini ada sistem “kelas unggulan”. Dimana murid-murid pinter dikumpulin dalam satu kelas dan diperlakukan “spesial”. Makanya beberapa murid mungkin ingin bersaing mendapatkan perstige. Dari jaman gue SD sebenrnya sistem ini udah ada, dimana beberapa murid terbaik dari tiap sekolah dibuatkan kelas khusus dalam satu sekolah khusus. Mungkin logikanya kalau orang pinter dijadikan satu populasi maka akan terjadi persaingan sesama orang pinter dimana hasilnya menciptakan satu siswa SUPERPINTER. kemudian siswa SUPERPINTER ini akan mewakili sekolah melawan SUPERPINTER dari sekolah lainnya. Jika SUPERPINTER juara, maka akreditasi sekolah akan tinggi, uang pembangunan lancar, dan guru-guru bisa naik gaji.  Memang baik ya, tapi ini DISKRIMINASI namanya. Bagaimana dengan nasib siswa lainnya? bukankah di bawah undang-undang kita berhak mendapatkan pendidikan yang sama? makanya dari dulu gue paling males masuk ke kelas kayak gituan, waktu sd gue sempet ditawarin dan menolak. Tapi smp gini kayaknya lebih baik gue pura-pura bego aja, karena kalau gue nolak yang ada gue di bully lagi nanti dibilang sok-sokan. Kebetulan dari kecil gue ada prinsip kalau orang pinter bukan orang dengan nilai terbaik, tapi orang dengan proses belajar terbaik. Lagian kelas begituan suasanya kayak rumah robot, homogen! Gue kan pengennya suasana di kelas yang heterogen, yang ada barbie, unicorn, patrick, spongebob, jenglot, nyi roro kidul dan lain-lain.

Kenakalan remaja
Seiring waktu berjalan gue mulai kenal dengan preman-preman di sekolah. Perkenalan dimulai dengan sistem perpalakan, dimana orang yang paling banyak melanggar aturan akan terlihat lebih kuat, dan orang yang kuatlah yang memalak. Terus apa gue dipalakin? enggak, gue inisiatif nraktir duluan sebelum dipalakin. Tapi kalau gue cuma nraktir doang ya lama-lama bakalan dipalak, makanya gue harus kuat juga supaya gak dipalak. Caranya adalah menolak untuk dipalak dan ikut melanggar beberapa aturan. Disini gue belajar yang namanya ngerokok (biar garang), nongkrong-nongkrong gak jelas, ngecat rambut, bolos, sampe ikutan memalak. Strategi perang cina mengatakan "kalau lu olang uda taklukin tu olang punya pemimpin, owe yakin lu olang bakal bisa ngadepin cecunguk-cecunguknya". Dan semenjak itu gue gak ngerasa di bully lagi, malah sekali-kali ngebully orang sih. Dan nilai gue juga uda mulai bagus lagi, karena gak ada lagi sinis seperti dahulu. Mungkin sekarang mereka udah menganggap gue bagian dari mereka, bukan ancaman.BERSAMBUNG

0 komentar:

Posting Komentar